Halal-kah, Jual Beli Online? – Kemajuan teknologi informatika juga merambat ke perdagangan. Dulu, transaksi niaga hanya dapat dilakukan dengan menghadirkan kedua belah pihak yang bertransaksi dalam satu majelis. Sekarang, dengan jaringan Internet, jarak tidak lagi menjadi kendala untuk bertransaksi.
Transaksi seperti itu populer disebut jual-beli online. Transaksi dengan jaringan Internet ini berlangsung pada jual-beli barang/jasa, penukaran mata uang, penarikan uang tunai, pengiriman uang dan seabreg transaksi lainnya. Perbankan memanfaatkan kemajuan teknologi informatika untuk melayani para nasabahnya dengan lebih mudah, cepat dan nyaman.
Para ulama sepakat, transaksi barang dan uang yang disyaratkan secara tunai tidak boleh dilakukan melalui Internet, seperti jual-beli emas atau perak. Karena itu, tidak sah membeli emas atau perak melalui Internet dengan cara transfer uang ke rekening penjual, kemudian emas diterima pembeli beberapa waktu setelah uang ditransfer. Transaksi semacam ini termasuk riba nasi’ah (tukar-menukar barang ribawi yang ‘illatnya sama, dengan cara tidak tunai).
Dari Ubadah abin Shomit, Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir (gandum kasar) dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama beratnya dan tunai.”—HR Muslim
Sedangkan, untuk barang yang tidak disyaratkan serah terima secara tunai dalam transaksi, yaitu seluruh jenis barang, selain emas, perak dan mata uang, bisa di-transaksikan melalui internet. Hukumnya ini ditakhrij (diturunkan) dari kasus jual-beli melalui surat-menyurat.
Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqh OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990—dalam Jurnal Majma’ Al Fiqh Al Islami edisi VI jilid II hal 785, juga memutuskan: “Apabila akad terjadi antara dua orang yang berjauhan, tidak berada dalam satu majelis dan satu dengan lainnya tidak saling melihat atau mendengar, sedangkan media perantara antara mereka adalah tulisan atau surat atau orang suruhan, sebagaimana hal ini dapat diterapkan pada faksmili, teleks dan layar komputer (Internet). Dalam hal ini akad berlangsung dengan sampainya ijab dan qabul kepada masing-masing pihak yang bertransaksi“.
Majma’ Al Fiqh Al Islami (divisi fiqh OKI) keputusan No. 52 (3/6) 1990 juga menyebutkan, Bila transaksi berlangsung dalam satu waktu sedangkan kedua belah pihak berada di tempat yang berjauhan, seperti yang diterapkan pada transaksi melalui telepon ataupun telepon seluler, maka akad ijab dan qabul yang terjadi adalah langsung, karena seolah-olah keduanya berada dalam satu tempat”.
Dalam transaksi online, penyediaan aplikasi permohonan barang oleh pihak pemilik situs (penjual) merupakan ijab. Sedangkan pengisian dan pengiriman aplikasi yang telah diisi oleh pembeli merupakan qabul.
Penjelasan di atas masih meninggalkan satu masalah, bagaimana dengan status fisik barang yang diperjual-belikan, yang tidak dapat disaksikan pembeli langsung, namun hanya berupa gambar beserta spesifikasinya. Apakah ini mempengaruhi keabsahan jual-beli online?
Terkait masalah pembeli yang tidak dapat melihat barang secara langsung, namun hanya kriteria dan spesifikasi, masih diperselisihkan para ulama. Sistem transaksi semacam ini dianalogikan dengan bai’ alghaib ala shifat. Yaitu jual-beli barang yang tidak dihadirkan pada majelis akad, atau tidak dapat disaksikan langsung, seperti membeli barang dalam kardus/kotak yang isinya hanya dijelaskannya melalui keterangan.
Oleh karena itu, terdapat etika dalam berbisnis khususnya jual beli online, dimana penjual wajib menjelaskan spesifikasi barang sedetai-detailnya kepada pembeli, agar tidak terjadi salah paham terkait barang yang diperdagangkan.